Mekanisme Pengaduan Konflik Berbasis Lahan di Kaltim
Yayasan Bumi (25/10) menyelenggarakan diskusi terfokus bertemakan “Mekanisme Pengaduan Konflik Berbasis Lahan di Kalimantan Timur”. Diskusi tersebut bertujuan pertama untuk mengetahui perkembangan penyelesaian konflik agraria dan lingkungan hidup, termasuk di dalamnya konflik kehutanan, perkebunan dan pertambangan di Kalimantan Timur serta diketahuinya tantangan penyelesaian konflik tersebut. Kedua mengidentifikasi kebutuhan pengembangan mekanisme dalam mempercepat penyelesaian konflik agraria dan lingkungan hidup di Kaltim. Diskusi ini bertempat di hotel Midtown, kota Samarinda. Peserta tersebut dihadiri oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Pemerintah Pusat dalam hal ini BPN Kaltim, BPHK Wilayah IV Kaltim dan Dewan Daerah Perubahan Iklim.
Permasalahan konflik agraria maupun lahan di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun, menurut Konsorsium Pemberharuan Agraria (KPA) saat Launching Catatan Akhir Tahun 2017 memperlihatkan terdapat 659 konflik agraria dengan luasan 520.491,87 Ha, KPA menilai bahwa konflik ini terjadi dalam setahun belakangan. Berkaitan dengan hal tersebut, Kalimantan Timur juga tidak lepas dari permasalahan konflik lahan. Pada 2013, Dinas Perkebunan Provinsi Kaltim menyebutkan terdapat 62 % kasus konflik perkebunan terkait dengan lahan, dan sisanya berkaitan dengan ganti rugi, plasma maupun penolakan masyarakat.
Berkenaan dengan penanganan konflik, perwakilan Dinas Perkebunan menyebutkan cukup banyak peraturan terkait dalam mengakomodir penanganan konflik “ Kaltim sendiri sudah mengambil langkah maju dengan menetapkan Perda no 7 tahun 2018 tentang perkebunan berkelanjutan terdapar dalam Pasal 67, 68, 69, selain itu sedang dibangun Permentan tentang penangganan gangguan usaha perkebungan dengan melakukan identifikasi potensial pra konflik, pencegahan, mekanisme pengaduan, penanganan dalam mediasi..” jelas perwakilan Dinas Perkebunan.
Selain itu, Dinas Perkebunan menyebutkan dalam penanganan konflik bekerja sama dengan Impartial Mediators Network (IMN). Dinas Perkebunan menilai konflik perkebunan dan lahan terjadi multi sektor, maka diperlukan mekanisme penyelesaian, pengaduan dan penanganan, yang berwujud Standar Operasional Pelayanan (SOP).
Perwakilan Dinas Komunikasi dan Informatika Prov. Kaltim turut mengemukakan bahwa OPD tersebut telah membangun mekanisme pengaduan terkait dengan 14 sektor urusan daerah yang berbasis website (https://aspirasietam.kaltimprov.go.id/) “…secara mekanisme kerjanya aspirasi etam hanya mefasilitasi antara pengadu dengan OPD terkait, ketika ada laporan yang masuk melalui aspirasi etam, laporan dari pengadu selanjutnya akan diteruskan kepada OPD untuk segera ditindaklanjuti…” ungkapnya.
Meskipun terdapat media berbasis dalam jaringan (online), Diskominfo menyebutkan bahwa Aspirasi Etam saat ini terkendala dengan mekanisme jangka waktu dalam menyelesaikan konflik yang selama ini dijalankan.
Tentu harus terdapat badan pengawas yang memantau setiap kinerja yang dilakukan OPD, termasuk juga pengembangan mekanisme penaduan. Hal ini dikerjakan oleh Badan Inspektorat Wilayah Prov. Kaltim, “..terkait dengan mekanisme pelaporan, harus ada integrasi antara aplikasi atau mekanisme yang sedang dikembangkan oleh OPD, selain itu untuk menjamin adanya penangan konflik yang bebas dari kepentingan politis daerah, dalam waktu dekat Kepala Inspektorat Wilayah Provinsi Kaltim akan di angkat setara eselon satu…” ungkap perwakilan Inspektorat Wilayah Prov.Kaltim.
Penanganan konflik di Kaltim harus menjadi sebagian konten prioritas, hal ini dikarenakan menyangkut hajat hidup orang banyak yang terkena dampak dari konflik tersebut. Selain itu, juga diperlukan agar segera memastikan mekanisme penanganan konflik tersebut dengan tepat.* (R)