Ini Penjelasan Komisi Informasi Soal Dinamika KIP di Bumi Etam
Laporan Wartawan Tribunkaltim.co, Cornel Dimas
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA – Ketua Komisioner Komisi Informasi (KI) Kalimantan Timur, Imron Rosyadi, mengatakan keterbukaan informasi sangat penting dalam pembangunan daerah melalui transparansi, partisipasi masyarakat, akuntabilitas, serta mendorong pengembangan teknologi dan inovasi.
“Keterbukaan informasi itu melahirkan kepercayaan. Kepercayaan mendorong masyarakat untuk berpartisipasi. Contohnya orang tak akan ragu membayar pajak kalau mereka tahu seluruh pajak dan retribusi itu digunakan untuk hal yang bermanfaat,” ujar Imron.
Imron tidak menampik keterbukaan informasi publik masih menjadi masalah di Indonesia.
Bahkan tak jarang komunitas tertentu harus melalui sengketa agar bisa mendapat informasi publik.
(Baca juga: Pentingnya Keterbukaan Informasi Data SDA, Ini yang dilakukan Yayasan Bumi )
“Jadi yang paling banyak ditemukan alasan bersengketa itu karena permohonan tidak dihiraukan atau diabaikan. Berdasarkan data kita itu ada 81 persen karena badan publik mengabaikan permohonan informasi,” katanya dalam iskusi publik yang digagas Yayasan BUMI tentang ‘Keterbukaan Data Sumber Daya Alam Kalimantan Timur,’ di Gedung Pertemuan Radio Republik Indonesia (RRI) Samarinda, Jl M Yamin, Rabu (11/1/2017).
Berdasarkan data KI Kaltim dari tahun 2012 – 2016, jenis informasi yang dimohon pada sengketa informasi publik berkaitan dengan kekayaan alam dan lingkungan hidup.
27 persen menyangkut lingkungan hidup, pertambangan, dan Sumber Daya Alam, 22 persen dokumen RAPBD, APBD, RKA, DPA, dan LPJ APBD.
Selanjutnya 14 persen menyangkut dokumen Hak Guna Usaha, Pertanahan, dan Transmigrasi, 13 persen laporan keuangan partai politik, 12 persen anggaran sektor pendidikan, serta 12 persen untuk dokumen lainnya.
Kendati demikian, Imron menegaskan ada beberapa kategori infomasi yang termasuk dalam pengecualian.
Informasi publik yang dikecualikan itu bersifat rahasia sesuai undang-undang kepatutan dan kepentingan umum yang didasarkan pada pengujian tentang konsensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat.
Misalnya dapat menghambat proses hukum, membahayakan pertahanan negara, dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia, dan sebagainya.
Menurut Imron badan publik enggan memberikan informasi karena merasa ragu dengan kapasitas pemohon dan pemanfaatan informasi tersebut.
Iapun mengingatkan para pemohon baik itu individu maupun komunitas agar tidak menjadi Vexatious Request.
“Vexatious request yaitu pemohon yang mempersoalkan dan menyengketakan hal tak substansial. Artinya gini, kalau dia (pemohon) dapat data justru digunakan untuk memeras. Jadi ini memang perlu hati-hati,” tuturnya. (*)