SmrBekesah04: Menuliskan Karangmumus dengan Perspektif Antropologi Ekologi

Jangan sampai malam mun bekunyung di sungai, kena ditarik hantu banyu, “ ujar seorang ibu kepada anaknya yang sedang berjalan menuju jamban di tepi Karangmumus.  Sungai Karangmumus yang membelah Kota Samarinda dan bermuara di Sungai Mahakam, merupakan nadi kehidupan sejak peradaban kota dimulai. Selili dan Tumpadja menjadi wilayah permukiman masyarakat, yang juga menjadi pusat perekonomian kota. Kehadiran perusahaan kayu di sekitar Gunung Kapur, Lempake, yang sekarang menjadi Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus untuk Pendidikan dan Pelatihan, mengalirkan potongan kayu bulat, yang sebagian menjadi alas untuk berdirinya jamban di sepanjang sungai.

Sungai Karangmumus merupakan bagian dari ekosistem mangrove, hingga pada periode kemarau yang lama, air asin kerap mengaliri sungai ini. Pun hadirnya timpakul atau disebut juga gelodok, ikan yang hidupnya lebih banyak di daratan, di batang-batang jamban, merupakan penanda adanya intrusi air laut pada badan sungai. Jamban merupakan media sosial masa lalu. Tempat berkumpulnya anak-anak hingga orang dewasa, sambil mandi, mencuci ataupun membuang hajat. Pun menjadi wadah untuk saling bercerita dan berbagi informasi. Kini, hanya tersisa sedikit jamban, wadah MCK telah dipindahkan ke sisi darat, ataupun membuat di masing-masing rumah.

Karangmumus juga menyimpan cerita sebagai tempat memberi makan buaya kuning, dan dalam beberapa tahun belakangan, buaya mulai kembali hadir di aliran Karangmumus. Kehadiran cacing warna-warni transparan yang selalu membuat penasaran untuk ditangkap pun, sudah tak lagi terdengar. Dari hulu hingga hilir, beberapa warga masih meunjun ataupun merengge untuk menangkap ikan, walau saat ini lebih banyak iwak cacak (ikan sapusapu) yang didapat.

Ada banyak cerita di aliran Sungai Karangmumus dan anak-anak sungainya. Rumah-rumah berjejer memunggungi sungai sepanjang wilayah hilirnya. Industri rumahan mulai bertumbuh, termasuk pengolahan tempe dan makanan lainnya, bengkel, hingga tempat berdagang.  Perlahan, warga di sepanjang tepi sungai mulai dipindahkan. Ada yang ke Sambutan, ke Perumahan Bengkuring, dan sebagian berpencar ke tempat lain. Pasar-pasar yang berada di tepi sungai, merupakan tempat berkumpulnya hasil laut, sungai maupun pertanian pun sebagian mulai dipindahkan ke daratan, seperti halnya pasar Sidomulyo.  Pada masanya, tepi Karangmumus juga menjadi tempat pendaratan hasil laut yang ditangkap nelayan. “Mun aku sudah kada makan lagi iwak Tongkol. Bahari itu, bejibun iwak Tongkol turun di pelataran rumah. Sebulanan amis rumah ini,” tutur seorang warga yang pernah tinggal di Karangmumus.

Cerita-cerita warga tentang sungai Karangmumus dan daratan yang mengitarinya pasti lebih banyak lagi. Dari cerita-cerita itu, kita akan lebih mengenal sungai, budaya sungai, dan kehidupan ekosistem yang ada di dalam dan sekitarnya. Menceritakan kehidupan Karangmumus dari ingatan dan pengalaman pribadi warga, akan memperkaya narasi Kota Samarinda. Menuangkan cerita itu melalui penulisan popular dengan perspektif antropologi ekologi, diharapkan dapat mengurai relasi antara sistem sosial-budaya dan ekosistemnya. Dari cara pandang orang pertama, maupun orang ketiga, kita dapat membangun cerita lalu, dan merelasikannya untuk masa depan Kota.

Yayasan BUMI menyediakan ruang untuk berbagi cerita dan meningkatkan kemampuan anak muda untuk berbagi cerita melalui menulis. Setelah pernah terbit Samarinda Bekesah 01 dan Samarinda Bekesah 02: Samarinda Under Attack, maka bunga rampai cerita anak muda ini juga akan diterbitkan dalam bentuk buku: Samarinda Bekesah 04: Karangmumus. Selain mengumpulkan cerita, Yayasan BUMI juga menyelenggarakan 2 kali sesi coaching dengan mentor Amir Sodikin, Managing Editor Kompas (https://indeks.kompas.com/profile/amir.sodikin), kepada anak muda Samarinda yang berminat untuk menulis cerita Karangmumus.  Karya peserta dipublikasi secara daring dengan platform media sosial yang dimiliki ataupun pada platform lain yang disepakati kemudian, selain diterbitkan dalam bentuk buku cetak, serta karya yang dihasilkan menggunakan hak cipta Creative Commons CC BY-NC (https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/).

Untuk mendaftarkan diri, dapat mengisi form pendaftaran pada tautan: https://bit.ly/MenulisKarangmumus Pendaftaran ditutup pada tanggal 30 Juni 2020 pukul 17.00 AM. Peserta terbatas hanya untuk 30 orang anak muda, dan peserta yang diterima, akan dikabari melalui email.

Sesi webinar 01: Tips Menulis Popular dengan Pendekatan Antropologi Ekologi dilaksanakan Rabu, 1 Juli 2020 Pukul 10.00 – 12.00 WITA. Peserta terbatas hanya untuk 30 orang anak muda, dan peserta yang diterima, akan diberitahukan link webinar melalui email.

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.